Ikut Lage Olimpiade Fisika

Huhuh. Sebenarnya ini bukan bidangku. Aku juga nggak terlalu jago bahkan gak jago bahkan gak ngerti bidang ini. Tapi karena pas SMP pernah juara 6 OSN fisika se-Medan, aku jadi lebih percaya diri kalau ikut fisika, padahal aku sangat2 tau kalo waktu menang dulu itu Cuma karena LUCK, Cuma LUCK, gak ada unsur kepintaran. Harusnya aku lebih realistis, kalo keberuntungan itu gak datang terus2an, sesekali kesialan itu jg akan muncul. Gara2 pernah menang fisika, asal olimpiade aku pilih fisika terus, padahal sejujurnya awak gak pala pande fisika, dalam hati awak lebih srek kalo Matematika.

Beberapa Minggu yang lalu awak sempat daftar lagi olimpiade fisika, tapi Cuma daftar nama, belum bayar 50ribu dan kasi paspoto. Rupanya, di hari yg cerah untuk jiwa yg sepi, aku ingin bayar, tapi karena si yosico gak bawa duet dan si riri ilang duet goban, aku jadi gak bayar karena mau sama2 org itu besoknya. Tapi apa yg terjadi, sepulang sekolah aku mendengar kabar duka cita, nenek aku meninggal dunia, maka aku pulkam. Dari hari Rabu-Minggu aku gak sekolah.

Senin aku masuk sekolah, aku mau membatalkan namaku utk ikut karena tidak siap, tapi kalo2 terpaksa ikut aku udh menyiapkan duet dan paspotonya. Rupa2nya, pas konfirmasi ama Pak Abet, “Oala, Nak. Telat kali kamu. Udah saya antar semua ke sana. Gak bias lagi daftar”. Yesss, Alhamdulillah, aku pun senang karena tak usah cape2.

Dan hari ini, ketika para peserta olimpiade sudah pada pergi ke Pardede Hall, aku sedang mengikuti ujian B.I pd les pertama di sekolah. Tiba2 Pak Abet dating, “Mana Dina Fadilla?”.
I was surprised. Aku angkat tangan.
“Kok gak ikut kau olimpiade?”
“Tapi telat, Pak!”, jawabku santai, tapi dalam hati I was in a big surprised.
“udah, kau kemas2 berangkat aja kau. Tapi kemaren itu uda kau daftar namamu, jadi bapak pakekan dulu uang bpk, sudah bpk daftar. Orang itu barusan aja pergi kesana”, kata Pak Abet.

OMG. Disamping harus mengikuti olimpiade mendadak tanpa persiapan, aku harus pergi sendirian. Tak kubayangkan akan kebingungan di sana nanti. Aku pun diantarkan ke depan sekolah oleh Pak Abet, lalu aku naek becak mesin sendirian. Aku gak ingat persis jalannya ke pardede hall. Kupikir si tukang becak tau. Setelah jaoh2 dibawaknya aku ntah kemana, baru dibilangnya, “dimana, Dek?”. Beuuuuuh, mana tau saya bg. Rupanya, kami sama2 gak tau dimana Pardede Hall dan ujungnya KESASAR.

“Ya gak tau, Bg. Tanya aja dulu”. Setelah berhenti kami nanya ke tukang becak yg lagi nunggu sewa.

“o. Jaoh kali udh, Bg. Nanti lewat 3 simpang, belok kiri. Abis itu dari situ, belok kanan. Nanti belok kiri lagi”, kata wak tukang becak itu. Jaoh kali rupanya kelewatan. Setelah nanyak berulang2 akhirnya sampek juga. Bayarlah 15ribu.

Di dalam gedung, semua peserta udh ngumpul dengar pengarahan. Dan aku? Masih kebingungan. Kuputuskan nanya ke ibu guru pendamping sekolah laen. “ini duduknya acak aja ya, Bu?”.
“Oh nggak, De. Kamu apa?”, katanya.
“SMA 4”, jwb aku buru2
“bukan. Bukan. Bidangnya !”, katanya.
“fisika”, jawabku singkat.
“disana. Tapi coba tanyak panitia nya yg pake baju putih pake betnama”. Oke thk kyu bu.

Setelah dapat petunjuk, awak pun duduk yg dikelilingi anak Sutomo dan Smansa. Baru tenang sebentar, aku liat tetangga sebelah mempunyai kartu yg aku kira adalah kartu peserta. Aku gak punya. Nanyak lagi ke panitia, tapi aku malah disuru duduk, karena kubilang kartunya ama guru, Kukira ada guru pendamping dari smanpat yg ikut. Pas dibagi lembar jawaban, ada isian “Nomor Peserta”. Tanya lagi. Aku disuru nulis di kertas nama dan sekolah supaya diumumin oleh protocol dari dpn pake toak dimuka ribuan massa pelajar. Dan…

Pak pengendali toak bicara, “Kepada yg tidak tau nomor pesertanya, karena gak ada kartunya, katanya sama guru, maka tdk usah diisi nomor pesertanya. Ini orng yg seperti ini sama saja dgn ujian tanpa persiapan, karena yg ujian dia, kartunya sama gurunya”. Gak usah sindir begitu lah.

Usai ujian, blum boleh bangkit. Aku dengar keliling aku pada ngomong, “ching chong ching eaaaa! Wahahaha”, nggak ngerti. Aku celingak-celinguk mencari2 kawan 1skolah. Tiba2 muncul setitik harapan, aku melihat batok kepala dian sinaga si jenius matematika. Horray. Tapi harpan hilang seketika,ketika aku liat dia tinggi besar menjulang dan dia pake seragam SMP. Aku sadar ini bukan cirri dian sinaga. Dimana kawan2ku?

Diluar gedung, aku mencoba nunggu, tapi tak ada. Tiba2 si Riri muncul dari banyaknya kerumunan pelajar yg bikin aku pusing, “KAU KOK ADA DI SINI????”, seribu tanda Tanya. Yah, aku jelaskan aku tadi mengatupkan jari telunjuk ke depan, kupejam mata, lalu TRiiiNgg, aku sampai di gedung ini. Ya nggak lah, aku ceritakan lah yg sebenarnya.

Mengingat pengumuman jam 4, kami maen ke gramed dulu. Padahal harusnya kami balek ke sklh, tapi karena malas, ya ngga. Balek lagi ke Pardede, nunggu sampek lamaaaaaaaaaaaa kali. Rupanya jam 6 lewat baru dibagikan sertifikat dan pengumuman. Sebelum Pengumuman juara, aku gak tahan lagi, jadi pulang duluan, mengingat gak da gunanya disitu karena gak berpeluang menang.

Dan, TRALALA, sampeklah awak dirumah ne…

Komentar

ferrywij mengatakan…
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

Postingan Populer